Wednesday 10 June 2009

BODOHNYA OMNI HOSPITALS

Politik
10/06/2009 - 17:43
'Bunuh Diri' RS Omni
Ana Shofiana Syatiri
Prita Mulyasari
(inilah.com/Wirasatria)

INILAH.COM, Jakarta - Niat hati ingin membungkam Prita Mulyasari atas pencemaran nama baik, manajemen RS Omni malah merusak citranya sendiri. Selain pelayanannya dinilai buruk, cap internasional RS yang terletak di kawasan elite Alam Sutera, Tangerang, itu pun dipertanyakan.

Langkah manajemen RS Omni untuk membungkam Prita dengan melaporkannya ke polisi atas pencemaran nama baik, boleh jadi awal penyedia jasa kesehatan itu 'menikam' dirinya sendiri. Keluhan Prita di milis bukan membuat mereka bercermin untuk memperbaiki pelayanan, malah memperkarakan ibu dua anak yang masih menyusui tersebut.

'Belati' yang dipakai oleh RS Omni adalah tulisan Prita. Tanpa berpikir panjang, manajemen RS Omni melaporkan Prita ke polisi. Hingga akhirnya Prita ditahan oleh Kejaksaan Negeri Tangerang, dan dibui.

Penzaliman yang dilakukan RS Omni pada pasiennya yang menumpahkan kekecewaannya dinilai sudah melanggar HAM oleh anggota Komnas HAM Sub Komisi Pemantauan dan Penyelidikan Nurcholish. Catatan medis pasien saja tidak mau diserahkan RS. Anehnya malah Prita yang dijebloskan ke penjara.

Pelayanan RS Omni pun diragukan. "Ini ada indikasi kuat kasus ini merupakan kasus pengalihisuan dari substansi buruknya pelayanan kesehatan menjadi isu pencemaran nama baik," ujar Sekjen Yayasan Kesehatan Perempuan Tini Hadad.

Namun Direktur RS Omni Internasional Bina Ratna Kusumafitri membantah memberi pelayanan buruk. Pihaknya tidak memberikan hasil print cek darah pertama, yang mencatat trombosit Prita sebesar 27.000/ul, karena terjadi kesalahan dalam mendiagnosa. "Hasil tidak valid dengan nilai trombisit 27.000, karena terjadi penggumpalan dan hasil tersebut tidak di-print. Kalau di-print terjadi malapraktik karena tidak seusai dengan penyakit diagnosa sebenarnya," ujar Ratna.

Pihak RS mengaku tidak ada unsur kesengajaan atas perbedaan diagnosa cek darah Prita yang kedua, yakni jumlah trombosit 181.000/ul. Yang disesalkan pihak RS adalah cara Prita yang menuliskan email berjudul 'Penipuan Omni Internasional Hospital Alam Sutera Tanggerang' tanpa klarifikasi dan menyebarkannya ke milis. Hal itu dinilai sangat merugikan RS Omni.

Harap-harap dapat pembelaan, manajemen RS Omni malah dipanggil menghadap Komisi IX DPR. Label internasional RS ini pun dipertanyakan. Sebab Depkes tidak mengetahui dari mana label internasional RS tersebut. Anggota komisi IX Max Sopacua juga mempertanyakan tentang perlindungan konsumen yang tertuang dalam pasal 4 UU 8/1999. Pasal tersebut berbunyi setiap konsumen memiliki kekuatan untuk memperoleh informasi yang lengkap terhadap dirinya. Jika tidak mampu menjelaskan, DPR meminta RS Omni ditutup saja.

Kuasa hukum Rumah Sakit Omni Lalu Hadi Surtoni menyatakan pihaknya akan mengikuti prosedur jika izin operasi dicabut. Namun mereka masih tetap bersikeras meneruskan gugatan terhadap Prita Mulyasari.

Gara-gara penahanan Prita pula RS Omni dituding 'main mata' dengan kejaksaan yang menahan ibu berkerudung tersebut. Kuasa hukum Prita, Slamet Yuwono, menuding Kejari Tangerang mendapatkan pelayanan gratis kesehatan di RS itu. Slamet mengindikasikan itu dari pengumuman medical check up dari RS Omni Internasional itu yang sempat dipasang di lingkungan kejari. "Namun tidak lama kemudian dicabut kembali," cetus Slamet.

Selain itu, kejaksaan dinilai telah memasukkan Pasal 27 UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) ke dalam dakwaan Prita. Padahal saat dilimpahkan ke kejaksaan, Prita dikenai Pasal 310 dan Pasal 311 KUHP. Dan Slamet mengaku pihaknya sudah memiliki bukti kuat adanya praktik penyuapan dalam perkara tersebut antara pihak kejaksaan dengan RS Omni Internasional.

Merasa tuduhan tersebut tidak benar, Kejari Tangerang pun membantah tuduhan kuasa hukum Prita itu. Kajari Tangerang Suyono mengakui menerima voucher gratis dari 8 RS dari Askes, salah satunya RS Omni. "Jadi tidak benar Kejari diberikan fasilitas gratis dari RS Omni. Yang benar, semua PNS termasuk Kejari mendapatkan voucher pengobatan gratis dari PT Askes Tangerang," bantah Suyono.

Meski begitu, Jaksa Agung Hendarman Supandji melihat adanya ketidakprofesionalan Kajati Banten dan Kajari Tangerang yang memasukkan Pasal 27 UU ITE ke dalam dakwaan Prita. Jaksa yang terkait kasus itu pun diperiksa pihak Jamwas. Jika sampai terbukti intervensi RS Omni terhadap kasus Prita Mulyasari, RS itu bisa dijerat secara pidana. "Jika sampai terbukti, RS Omni bisa dituntut dengan pasal 55 dan 56 KUHP," ujar anggota DPR Komisi III Bidang Hukum, Gayus Lumbuun.

Tidak ada lagi yang bisa dilakukan RS Omni kecuali menunggu proses hukum Prita dan pemeriksaan Kejagung. Semua akan terkuak pada hasil proses pengadilan yang kini masih berlangsung di Pengadilan Negeri Tangerang. Namun yang pasti, saat ini Prita dihujani simpati dari masyarakat Indonesia, termasuk para capres JK, Mega, dan SBY. Kebalikannya, RS Omni harus menuai hukuman sosial dari masyarakat yang kini meragukan pelayanan di RS tersebut. [L4]

2 comments:

  1. SENJATA MAKAN TUAN, SETUJU!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!

    ReplyDelete
  2. ya... memang DR BINA GOBLOGNYA MINTA AMPUN....

    ReplyDelete